Setting an Aspirational Hourly Rate

The key to unlocking the power of automation is adopting the right mindset. One way to do that — and something that’s helped me is setting an aspirational hourly rate to reflect my income goals. And…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Yang Hilang dan Tak Kembali

kiyoomi tidak pernah menyerah atas atsumu.

atas segala suka juga duka yang selalu atsumu sembunyikan dalam setiap tarikan tipis bibirnya, juga suara ceria yang sekalipun tidak pernah absen dari kesehariannya. kiyoomi menerima atsumu dengan sepenuh hatinya, tidak peduli akan lelah yang dia rasa selama menemani atsumu dalam setiap langkahnya.

kiyoomi pernah mengucap janji, atas nama dirinya, janji yang diucapkannya pada seorang kawan lama, janji yang sampai akhir perjalanan hidupnya, akan kiyoomi pegang erat tanpa sekalipun kiyoomi ingkari.

janji untuk menemani, menerima, menjaga, memberikan banyak cinta juga tawa pada kekasihnya. janji yang kiyoomi ucapkan dengan tegas pada malam tanpa bintang, pada seorang kawan lama yang memberinya senyuman paling tulus, senyuman penuh kelegaan, senyuman perpisahan.

kiyoomi.. soal atsumu, bilang sama dia, jangan nangis lama-lama, nanti gue gak bisa tidur tenang karena denger suara jeleknya.”

kalimat yang terdengar lirih di malam empat tahun lalu itu selalu datang dan memenuhi kepalanya saat melihat atsumu tertawa. atsumu tertawa, tapi matanya diliputi kesedihan yang terlihat begitu jelas di mata kiyoomi.

atsumu tertawa,
tapi tawa itu sama sekali bukan tawa bahagia.

"omi! ayo sini! liat, salju nya turun!"

kalimat nyaring yang keluar dari belah bibir atsumu menarik kiyoomi kembali pada kenyataan, meninggalkan ingatan menyedihkan yang selalu membuatnya terdiam, hanya menatap lurus memperhatikan atsumu dengan tatapan penuh kesedihan.

kiyoomi mencintai atsumu dalam segala keadaan.
tapi kiyoomi tidak bisa mengelak dari perasaannya sendiri.
kiyoomi sakit setiap kali melihat seulas senyum terpatri pada bibir atsumu.

karena kiyoomi tahu,
senyum yang atsumu perlihatkan adalah topeng yang menyembunyikan semua kebenaran tentang perasaannya,
senyum palsu yang atsumu perlihatkan untuk menyempurnakan kebohongan nya,
menyempurnakan kesakitan yang coba dia sembunyikan.

"karena salju nya udah turun, ayo pulang. dingin." kata kiyoomi sambil beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri atsumu yang kini tengah merengut, memalingkan wajahnya dari kiyoomi dengan tangan yang tersilang di dada.

"gak dingin, gak bakal bikin aku mati." atsumu berkata lirih, tapi masih cukup keras untuk sampai pada telinga kiyoomi yang sudah berdiri disampingnya.

kiyoomi mengusak pelan rambut atsumu, membersihkan kepingan salju yang turun dan terjatuh ke atas kepalanya, lalu dengan tanpa aba-aba menarik atsumu dalam peluknya.

"omi? kamu ngapain–"

"kangen ya? mau nangis sebelum pulang? atau mau pulang dulu baru nangis?"

tubuh atsumu menegang setelah mendengar kalimat yang kiyoomi ucapkan. matanya membulat sempurna, bibirnya bergetar, ada perasaan tercubit yang mendera perasaannya. lalu air mata mulai menggenang di ujung matanya.

"berisik," kata atsumu dengan suara pelan yang bergetar, dengan kedua tangannya yang terulur, memeluk kiyoomi erat. atsumu menyandarkan kepalanya di dada kiyoomi, meredam suara isaknya, membasahi bagian depan coat yang kiyoomi kenakan.

kiyoomi hanya diam. satu tangannya memeluk atsumu erat, dan tangan lainnya membelai kepala atsumu penuh cinta.

"iya, nangis aja, nangis yang banyak malam ini. habis ini jangan nangis lagi, ya? osamu bilang suara kamu jelek."

atsumu meremas bagian belakang coat kiyoomi saat sebuah nama yang sangat akrab di telinganya terdengar. ada rindu yang datang mengusik ruang hatinya. membawa banyak ingatan tentang laki-laki bersurai abu yang selalu ada dalam setiap langkahnya, bahkan jauh sebelum dirinya– juga osamu, si surai abu itu bisa berjalan.

empat tahun sudah berlalu, empat tahun sudah atsumu lewati sejak si surai abu itu pergi tanpa memberinya salam perpisahan, hanya sebuah pesan yang dititipkannya pada kiyoomi, sebuah kalimat yang sampai kapan pun, atsumu yakin tidak akan pernah bisa dia lupakan, dan akan selalu membawa rasa sakit dalam hidupnya.

jangan nangis lama-lama, suara lo jelek.

bagaimana bisa osamu dengan mudahnya menitipkan satu kalimat sebagai salam perpisahan? bagaimana bisa osamu meninggalkannya semudah itu? bagaimana bisa osamu tidak menunggu dirinya, setidaknya sebentar, sekejap, agar atsumu bisa melihat matanya yang masih terbuka, masih bersinar, masih hidup.

"kenapa.. dia gak nunggu aku? aku udah bilang.. sebentar lagi aku sampai, aku bawain makanan kesukaan dia, aku juga bawa puding kesukaan dia.. tapi dia gak nunggu aku.. dia malah pergi gitu aja, gak nunggu aku.. kenapa, omi? kenapa dia pergi gitu aja.. kenapa.."

kiyoomi memeluk atsumu semakin erat, menepuk punggungnya pelan, membisikkan kalimat penuh keputusasaan yang tidak bisa kiyoomi sembunyikan.

"osamu bukan gak mau nunggu kamu, atsu. sampai akhir, dia selalu nunggu kamu. nama kamu adalah nama yang terakhir keluar dari bibirnya. osamu bilang dia sayang sama kamu, jadi jangan sedih lagi."

atsumu tahu. atsumu mengerti apa yang coba kiyoomi sampaikan padanya. atsumu tahu, seberapa besar kasih sayang osamu pada dirinya, seberapa besar keinginan osamu untuk tetap bertahan dan tidak meninggalkannya. atsumu tahu semua itu. atsumu tahu, tapi dia tetap tidak bisa berpaling dari rasa sakitnya.

osamu adalah separuh dari dirinya, seseorang yang selalu ada disampingnya dalam setiap keadaan, lebih sering daripada semua orang, lebih sering dari kedua orangtua mereka. atsumu dan osamu adalah dua orang yang saling tertaut perasaannya. dan sekarang, sejak empat tahun lalu, sosok osamu tidak lagi bisa atsumu lihat. bahkan untuk sedetik saja, untuk sekejap, secepat kedipan mata, atsumu tidak lagi bisa melihat sosoknya.

osamu meninggalkannya, osamu pergi, osamu mati.
osamu kalah dalam pertarungannya melawan penyakit yang membuatnya semakin lama semakin lemah, kehilangan berat badan, kesulitan tidur, kehilangan hampir seluruh fungsi inderanya.

"atsu.. please, stop crying, okay? not just for you, but also for osamu."

kiyoomi menjauhkan sedikit badannya, jarinya mengusap air mata yang terus menerus jatuh melewati pipi atsumu. kiyoomi tatap kedua mata atsumu dengan lembut, dia tautkan tangannya dengan milik atsumu, lalu mengecup kening atsumu lama, penuh rasa, penuh curahan kasih sayang.

"besok, kita jenguk osamu lagi, ya? kita ngobrol sama dia, kita cerita tentang tahun ini, tentang kamu yang mencoba jadi kuat. ya, atsu?"

"selamat natal, samu." Atsumu berucap setelah menyimpan rangkaian bunga di depan nisan adiknya. Atsumu mencoba tersenyum, mencoba menahan tangisnya agar tidak pecah. Atsumu sudah berjanji pada kiyoomi, dia tidak akan menangis saat bertemu dengan osamu. Susah payah atsumu bertahan, membendung rasa sakit yang masih terasa begitu menyakitkan, menggerogotinya perlahan-lahan.

“samu, apa kabar? kangen gue gak? gue disini kangen banget sama lo, selalu," ucap atsumu setelah hening yang lama. kiyoomi menemaninya, berdiri di belakangnya, memberi jarak seolah tahu bahwa atsumu butuh waktu untuk berbicara berdua dengan adiknya.

kiyoomi diam disana, memperhatikan. menunggu sampai atsumu membutuhkan sandarannya.

"samu, lo tau? bahkan setelah empat tahun, gue masih belum bisa keluar dari bayangan masa lalu, dari hari dimana gue liat lo gak lagi hidup, gak lagi bernafas. gue masih disana. gue, gak bisa pergi. gue merasa, kalau gue pergi dari sana, gue ninggalin lo, dan lo akan jadi sendirian," atsumu menjeda kalimatnya, lalu tertawa pelan. tawa yang terdengar hampa. "nyatanya, itu cuma pembenaran diri gue sendiri. gue bukan gak bisa pergi dari sana karena takut ninggalin lo sendirian, tapi karena gue tau, setelah gue beranjak dari sana, gue yang akan sendirian." suara atsumu mulai tercekat, kedua tangannya dikepalkan dengan erat, atsumu menunduk, masih sekuat tenaga menahan tangis.

dan kiyoomi masih setia di sana, belum beranjak barang sejengkal pun. menunggu atsumu dan semua urusannya selesai.

"samu.. gapapa kalo gue pergi? apa lo gak akan marah kalau gue ninggalin lo? apa gue akan baik baik aja setelah melangkah maju? apa lo pikir, gue bisa jalanin hari hari gue setelah itu?" tidak ada jawaban. hening kembali mengisi detik demi detik disana. hembusan angin yang terasa sejuk menerpa tubuh atsumu, lagi, ada rindu yang menggelitik perasaannya.

saat menit semakin lama berlalu dan atsumu masih bungkam, kiyoomi melangkah maju, mendekatinya. kiyoomi berdiri di samping atsumu, meraih kepalanya, merangkulnya, membawanya dalam dekap hangat.

"atsu, kamu mau tau sesuatu yang osamu titip lagi ke aku, buat kamu? di hari itu, sebelum dia tidur." atsumu mengangguk pelan, tatapan matanya dia alihkan dari nisan osamu, menatap lekat netra hitam kiyoomi. degup jantungnya semakin kencang, atsumu sibuk menerka apa kiranya yang akan kiyoomi sampaikan, atas nama osamu, untuk dirinya. kiyoomi tersenyum, merendahkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya pada atsumu, dan berbisik pelan disana.

atsumu, yang dengan susah payah menahan tangisnya, tepat saat kiyoomi selesai membisikkan sesuatu padanya, runtuh. tangisnya pecah, terdengar begitu pilu, begitu menyesakkan. atsumu runtuh.

"osamu bilang, aku harus kasih tau kamu soal ini kalau kamu udah bisa relain dia, atau seenggaknya mau melangkah. osamu tau, kamu pasti akan terkekang setelah dia pergi. dan aku rasa, sekarang adalah waktu yang tepat. jadi, atsu, setelah tangisan kamu ini, ayo berdiri lagi, berjuang lagi. aku akan selalu ada disamping kamu, selalu. kita lewatin ini sama sama, ya?

atsumu mengangguk berkali-kali. nama osamu dan ungkapan sayang terus keluar dari bibirnya. atsumu berjanji, setelah tangisnya ini, dia akan mulai melangkah maju. bukan untuk melupakan osamu, tapi untuk hidup. hidup sebagai dirinya, juga hidup untuk menggantikan hidup osamu. agar saat dia bertemu kembali dengan adiknya di keabadian, dia bisa menceritakan banyak hal indah yang dilewatinya.

hari itu, atsumu dan kiyoomi menceritakan banyak hal pada osamu. dengan tawa dan tangis yang selalu menemani, dengan lelucon dan harapan yang selalu menyertai. hari itu, atsumu habiskan satu hari untuk berbincang dengan osamu, dan kiyoomi disana, menyaksikan semua hal yang atsumu tengah perjuangkan.

hari itu, sore hari pada peringatan kematian osamu yang keempat, atsumu melangkah meninggalkan makam osamu dengan senyuman. apa yang kiyoomi bisikkan padanya, menjadi kekuatan baru yang membuatnya bisa merasakan kehadiran osamu di sisinya.

atsumu percaya, atsumu meyakini bahwa saat ini, osamu tetap ada di sisinya.

"samu, makasih buat segalanya. makasih, karena lo terlahir sebagai adik gue. sampai nanti kita ketemu lagi, gue janji, gue akan menjalani kehidupan gue dengan banyak senyuman. sampai ketemu lagi, di keabadian." atsumu mengucapkannya tepat sebelum beranjak untuk pulang, sambil mengukir kalimat yang kiyoomi sampaikan dalam ingatannya.

"di masa depan, gue akan terlahir sebagai adik lo lagi, atsumu. sampai saat itu tiba, jangan pernah lupain gue. sampai saat itu tiba, jangan lupa kalau gue selalu ada disisi lo. sampai saat itu tiba, gue akan selalu sayang sama lo. di kehidupan berikutnya, kita bakal sama sama lagi. lo sebagai kakak gue, dan gue sebagai adik lo."

Add a comment

Related posts:

6 Female Founders Changing the World with Social Business.

At Yunus Social Business we are proud to support female entrepreneurs all over the world who are innovating to solve social problems in a sustainable way. The theme for International Women’s Day this…

Top 3 Programmatic Ad Platforms in 2022 and How to Choose One

If you are trying to choose one ad platform in the ocean of options there is out there, we are here to help. Read on and find out how to make that decision and the best options in the market. Now…